Manajemen Tata Lingkungan Sekolah yang Kondusif

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Suatu inovasi tentang sekolah sebagai tempat terbaik untuk belajar merujuk pada penciptaan sekolah hijau yaitu sekolah sebagai tempat yang asri dan menyenangkan yang berdampak pada peningkatan gairah belajar siswa, menciptakan iklim akademis yang kondusif dan meningkatkan citra sekolah. Coba kita rasakan perbedaannya tinggal di kampus yang gersang, kering tanpa pepohonan, berdebu dan tak sedikitpun asesoris keindahan di dalamnya dengan berada pada situasi sekolah yang rindang, tumbuh pepohonan yang melindungi dan tertata estetik ditambah aroma kesegaran dari bunga-bunga alam yang mempesona serta lingkungan yang tertata apik dan rapih membuat orang segan dan tak rela membuang sampah permen sekalipun. Tentu situasi yang kedua jauh membuat orang betah tinggal berlama-lama dan kondisi ini sangat mendukung bagi berkembangnya situasi belajar mengajar yang diinginkan.
Tampilan fisik sekolah ditata secara ekologis sehingga menjadi wahana pembelajaran bagi seluruh warga sekolah untuk bersikap arif dan berprilaku ramah lingkungan. Program pendidikan dikemas secara partisipatif penuh, percaya pada kekuatan kelompok, mengaktifkan dan menyeimbangkan feeling, acting, dan thinking, sehingga tiap individu bisa merasakan nilai keagungan inisiasinya. Bahwa sebenarnya memahami makna green school yang seharusnya adalah “berbuat untuk menciptakan kualitas lingkungan sekolah yang kondusif, ekologis, lestari secara nyata dan berkelanjutan, tentunya dengan cara-cara yang simpatik, kreatif, inovatif dengan menganut nilai-nilai dan kearifan budaya lokal”.(Sugeng Paryadi, 2008).


1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud manajemen?
2. Apa saja prinsip-prinsip tata sekolah yang baik?
3. Bagaimana manajemen tata lingkungan sekolah yang kondusif?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari manajemen
2. Mengetahui prinsip-prinsip tata sekolah yang baik
3. Mengetahui bagaimana manajemen tata lingkungan sekolah yang kondusif



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Manajemen

Setiap ahli memberi pandangan yang berbeda tentang batasan manajemen, karena itu tidak mudah memberi arti universal yang dapat diterima semua orang. Namun demikian dari pikiran-pikiran ahli tentang definisi manajemen kebanyakan menyatakan bahwa manajemen merupakan suatu proses tertentu yang menggunakan kemampuan atau keahlian untuk mencapai suatu tujuan yang di dalam pelaksanaannya dapat mengikuti alur keilmuan secara ilmiah dan dapat pula menonjolkan kekhasan atau gaya manajer dalam mendayagunakan kemampuan orang lain.
Berikut ini merupakan definisi manajemen dari beberapa ahli yang mencerminkan ketiga focus tersebut :
 Encyclopedia of the social science (1957) management may be defined as the process by which the execution of a given purpose is put into operation and supervised.
 Stoner (1992:8) manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
 Management is a process of planning, organizing, directing and monitoring the efforts of members of the organization and use of other organizational resources to realize predetermined organizational goal.
 Management is the art and science of organizing and directing human effort applied to control the forses utilize the materials of nature for the benefit of man.
Dengan demikian manajemen merupakan kemampuan dan keterampilan khusus yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu kegiatan baik secara perorangan ataupun bersama orang lain atau melalui orang lain dalam upaya mencapai tujuan organisasi secara produktif.

2.2 Prinsip-prinsip Tata Sekolah yang Baik

Manajemen Berbasis Sekolah ditujukan untuk meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian wewenang dan tanggungjawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola sekolah yang baik yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Peningkatan kinerja sekolah yang dimaksud meliputi peningkatan kualitas, efektifitas, produktifitas, dan inovasi pendidikan.
a. Peningkatan Partisipasi
Partisipasi adalah proses dimana stakeholders (warga sekolah dan masyarakat) terlibat aktif baik secara individual maupun kolektif, secara langsung maupun tidak langsung, dalam pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan/pengevaluasian pendidikan sekolah.
Peningkatan partisipasi yang dimaksud adalah penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratis, dimana warga sekolah (guru, siswa, karyawan) dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan, dan sebagainya) didorong untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika seseorang dilibatkan dalam penyelenggaraan pendidikan, maka yang bersangkutan akan mempunyai “rasa memiliki” terhadap sekolah, sehingga yang bersangkutan juga akan bertanggungjawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah. Singkatnya, makin besar tingkat partisipasi, makin besar pula rasa memiliki, makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab, dan makin besar rasa tanggungjawab, makin besar pula dedikasinya. Tentu saja melibatkan warga sekolah dalam penyelenggaraan sekolah harus mempertimbangkan keahlian, batas kewenangan, dan relevansinya dengan tujuan partisipasi.
Peningkatan partisipasi dalam penyelenggaraan sekolah mempunyai beberapa tujuan yang berguna untuk menyukseskan pelaksanaan MBS. Tujuan dari peningkatan partisipasi dalam pelaksanaan MBS adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan dedikasi/kontribusi stakeholders terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah, baik dalam bentuk jasa (pemikiran, keterampilan), moral, financial, dan material/barang;
2. Menggunakan kemampuan yang ada pada stakeholders bagi pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional;
3. Meningkatkan peran stakeholders dalam penyelenggaraan pendidikan sekolah, baik sebagai advisor, supporter, mediator, controller, resource linker, and education provider.
4. Menjamin agar setiap keputusan dan kebijakan yang diambil benar-benar mencerminkan aspirasi stakeholders dan menjadikan aspirasi stakeholders sebagai panglima bagi penyelenggaraan pendidikan di sekolah (Depdiknas, 2006 : 13).

b. Peningkatan Transparansi

Dalam ruang lingkup sekolah, transparansi adalah keadaan dimana setiap orang yang terkait dengan kepentingan pendidikan dapat mengetahui proses dan hasil pengambilan keputusan dan kebijakan sekolah. Keterbukaan/transparansi merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai melalui MBS. Keterbukaan/transaransi ini ditunjukkan dalam semua kegiatan yang dilakukan sekolah yang meliputi pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang, dan sebagainya.
Dengan kata lain, transparansi merupakan sebuah sistem yang memungkinkan terselenggaranya komunikasi internal dan eksternal dalam dunia pendidikan. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi yang secara langsung dapat diterima oleh stakeholders pendidikan. Kebebasan informasi ini harus dapat dipahami dan dimonitor sehingga penggunaannya benar-benar ditujukan untuk pencapaian tujuan. Dalam beberapa tulisan mengenai MBS, para pengamat pendidikan beranggapan bahwa masalah transparasi merupakan isu kunci keberhasilan MBS dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Para pengamat pendidikan beranggapan bahwa selama ini, terutama sebelum era desentralisasi dan reformasi, pengelolaan pendidikan di banyak sekolah sangat tertutup bagi pihak luar. Masyarakat, orangtua murid dan sebagian besar guru tidak banyak mengetahui seluk beluk pengelolaan pendidikan di sekolah, tidak mengetahui pendapatan dan belanja sekolah, tidak dilibatkan di dalam mengevaluasi kekuatan dan kelemahan kinerja sekolah dan sebagainya.
Pengelolaan yang tidak transparan berdampak negatif bagi pengembangan sekolah karena masyarakat dan orangtua murid akan meragukan apakah kalau mereka diminta untuk ikut memikirkan kekurangan pendanaan pendidikan, sumbangan yang mereka berikan akan benar-benar dimanfaatkan bagi kepentingan pendidikan atau akan terjadi penyimpangan yang tidak diharapkan.

c. Peningkatan Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan penyelenggaraan organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau wewenang untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.
Dengan demikian, akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk laporan prestasi yang dicapai dan dilaporkan kepada pemerintah, orangtua siswa, dan masyarakat. Berdasarkan laporan hasil program ini, pemerintah dapat menilai apakah program MBS telah mencapai tujuan yang dikehendaki atau tidak. Jika berhasil, maka pemerintah perlu memberikan penghargaan kepada sekolah yang bersangkutan, sehingga menjadi faktor pendorong untuk terus meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang. Sebaliknya jika program tidak berhasil, maka pemerintah perlu memberikan teguran sebagai hukuman atas kinerjanya yang dianggap tidak memenuhi syarat.
Pada dasarnya, pengertian akuntabilitas yang diberikan oleh Slamet tidak hanya berupa pertanggungjawaban administratif keuangan saja, tetapi mencakup pula penggunaan/pemanfaatan, dan hasil kinerjanya. Sebagai contoh kalau sekolah membeli buku pelajaran, tidak cukup hanya menunjukkan bukti kwitansi pembelian dan tersedianya buku yang dibeli. Akuntabilitas mencakup harga buku yang wajar, kualitas buku yang dibeli, penggunaan buku secara efektif dan hasil belajar siswa.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa partisipasi, transparansi, akuntabilitas adalah sebuah kesatuan yang saling berkaitan. Peningkatan partisipasi harus diikuti peningkatan transparansi dan kemudian akan diikuti peningkatan akuntabilitas yang mempengaruhi tujuan.
Tujuan utama akuntabilitas adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja sekolah sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya sekolah yang baik dan dapat dipercaya. Penyelenggara sekolah harus memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada publik. Selain itu, tujuan akuntabilitas adalah untuk menilai kinerja sekolah dan kepuasan publik terhadap pelayanan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah, untuk mengikutsertakan publik dalam pengawasan pelayanan pendidikan, dan untuk mempertanggungjawabkan komitmen pendidikan kepada publik (Depdiknas dalam Panduan Manajemen Berbasis Sekolah).

2.3 Manajemen Tata Lingkungan yang Kondusif

Dalam analisis strategi lingkungan sekolah/madrasah yang kondusif, hal-hal yang perlu dicermati dan ditelaah oleh penyusun rencana kerja sekolah/madrasah adalah lingkungan strategis sekolah/madrasah, yang meliputi lingkungan sosial ekonomi baik masyarakat sekitar sekolah/madrasah maupun orangtua siswa di sekolah/madrasah tersebut, budaya masyarakat, regulasi pemerintah daerah yang memiliki dampak secara langsung maupun tidak langsung dalam mempengaruhi perkembangan dan peningkatan mutu sekolah/madrasah. Karena itu, setelah menelaah analisis kondisi lingkungan pada masing-masing sekolah/madrasah perlu dijabarkan hal-hal dan implikasinya bagi perkembangan sekolah/madrasah.

2.3.1 Manajemen Tata Lingkungan Sekolah

Salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam tata lingkungan disekolah adalah Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Untuk menciptakan lingkungan sekolah yang baik maka sekolah harus membuat manajemen lingkungan sekolah berbasis pendidikan lingkungan hidup. Pendidikan lingkungan hidup (PLH) ini dapat diterapkan disekolah dalam kurikulum pelajaran. Sehingga lebih terintegrasi dan bisa dijalankan dan dievaluasi. Sistem/standar pengelolaan PLH pada pendidikan dasar dan menengah pada hakekatnya belum ada. Hal ini dapat diketahui berdasarkan hasil observasi langsung pada sekolah, implementasi PLH di sekolah dapat dibuat untuk membentuk pola pengembangan PLH pada pendidikan dasar dan menengah dalam mewujudkan sekolah berbudaya lingkungan. Hal ini dapat dilakukan melalui upaya-upaya sebagai berikut berikut : Manajemen PLH di sekolah dapat dilakukan dengan mengacu pada prinsip dan elemen ISO 14.001 yang meliputi Plan, Do, Check, dan Action. Hal ini juga sejalan dengan peningkatan pengelolaan sekolah (School Based Manajemen) dalam meningkatkan mutu pengelolaan sekolah secara mandiri. Sedangkan prinsip dan elemen pelaksanaan pengelolaan PLH di sekolah dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Kebijakan PLH di sekolah
Menurut SML – ISO 14001, kebijakan lingkungan adalah pernyataan oleh organisasi tentang keinginan dan prinsip-prinsipnya berkaitan dengan kinerja lingkungan secara keseluruhan yang memberikan kerangka untuk tindakan dan untuk penentuan sasaran dan target (objectives and targets). Manjemen puncak, dalam hal ini kepala sekolah, menetapkan kebijakan pendidikan lingkungan hidup sekolah, struktur dan tanggung jawab.
2. Perencanaan (plan)
Dalam melakukan perencanaan pengelolaan lingkungan di sekolah diperlukan identifikasi aspek lingkungan, identifikasi peraturan perundang-undangan, penetapan tujuan dan sasaran lingkungan sekolah serta penetapan program lingkungan untuk pencapaiannya.
3. Pelaksanaan (do)
Untuk menerapkan (do) PLH pada sistem ini, organisasi mengembangkan kemampuan dan mekanisme yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan, dan sasaran PLH di sekolah. Mekanisme prinsip penerapan yang dibangun seperti disyaratkan, terdiri dari tujuh elemen, yaitu: (1) struktur dan tanggungjawab; (2) pelatihan, kepedulian dan kompetensi, (3) komunikasi; (4) dokumentasi dan pengendaliannya; (5) kesiagaan dan tanggap darurat.
4. Pemeriksaan dan Tindakan Perbaikan
Pemeriksaan dan tindakan koreksi dilaksanakan oleh organisasi untuk mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja lingkungan sekolah. Kinerja PLH di sekolah dapat diukur melalui pengintegrasian materi lingkungan hidup dalam kegiatan:
a. Kurikulum
Pengintegrasian PLH dalam kegiatan kurikuler mempunyai arti bahwa PLH tidak merupakan suatu mata pelajaran/bidang keahlian baru tetapi materi lingkungan hidup terintegrasi ke dalam mata pelajaran atau program yang relevan atau sesuai. Cara mengintegrasikan PLH dalam kegiatan kurikuler dimulai dari menganalisis kemampuan/sub kemampuan setiap bidang keahlian/program keahlian sampai menghasilkan suatu materi kejuruan yang berkaitan dengan materi lingkungan hidup. Kegiatan ini dilakukan agar siswa mempunyai kompetensi atau sikap profesional sesuai bidang keahlian yang dimilikinya dan sejalan dengan tuntutan pembangunan yang berkelanjutan.
b. Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler seperti 7 K yang mencakup keamanan, ketertiban, kebersihan, keindahan, kekeluargaan, kerindangan, dan kesehatan merupakan suatu wadah yang dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan materi lingkungan kepada siswa dalam kegiatan konkret. Kegiatan konkret tersebut dapat dilakukan pada perayaan hari internasional, nasional, dan lokal dengan membahas masalah lingkungan global, nasional dan lokal yang sedang terjadi, gerakan kebersihan lingkungan sekolah, pasar, perumahan, gerakan penggunaan sepeda, jalan kaki, bus umum, lomba karya ilmia, kampanye lingkungan, dan lain sebagainya sesuai kebutuhan dan kondisi lingkungan sekolah dan masyarakat. Pelaksanaan pengintegrasian materi lingkungan hidup pada kegiatan ektrakurikuler dapat memilih metode dan media sesuai dengan kondisi lapangan. Kegiatan ini diarahkan untuk membentuk sikap dan perilaku siswa dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
c. Penampilan Sekolah
Dalam mewujudkan sekolah berbudaya lingkungan (sekolah yang menanamkan nilai-nilai lingkungan hidup kepada seluruh warga dan masyarakat sekitarnya) dapat dikembangkan untuk mengantisipasi berbagai macam persoalan lingkungan, khususnya kegiatan yang memiliki dampak atau akibat aktivitas kegiatan belajar mengajar yang ada di sekolah. Penampilan sekolah berbudaya lingkungan secara umum dapat dinilai dari adanya : 1) Penerapan hemat energi 2) Manajemen/ pengelolaan pemisahan sampah 3) Pengelolaan air bersih dan kotor 4) Pengelolaan emisi/ gas buang 5) Penghijauan 6) dan lain-lain.
d. Sikap dan perilaku warga sekolah
Sikap dan perilaku warga sekolah terhadap lingkungan hidup merupakan nilai yang paling penting dalam mewujudkan Sekolah Berbudaya Lingkungan (SBL). Pelaksanaan PLH di sekolah mempunyai sasaran meningkatkan kepedulian seluruh warga sekolah (kepala dan wakil sekolah, tenaga administrasi, guru, dan siswa) terhadap lingkungan. Standar penilaian dapat dibuat sesuai kebutuhan sekolah. Sebagai contoh untuk menilai sikap dan perilaku siswa dengan kategori baik atau jelek dapat dilihat dari penampilan kelasnya. Jika kelas siswa kelihatan kotor, apakah akibat banyak kertas berserakan dan banyak coretan di dinding, kelasnya dapat dinilai bahwa siswa tersebut belum memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Demikian juga bagi guru, tenaga administrasi, dan kepala sekolah dapat dinilai dari ruang kerja masing-masing unit. Sedangkan mengukur keberhasilan (sikap dan perilaku) sekolah dalam mewujudkan SBL dapat dinilai seluruh unsur (warga) yang ada di sekolah.
5. Tinjauan Ulang Manajemen
Hasil dari proses pemeriksaan dan tindakan koreksi tersebut dijadikan masukan bagi manajemen dalam menerapkan prinsip pengkajian dan penyempurnaan, yaitu berupa kajian ulang manajemen yang dilaksanakan organisasi setiap enam bulan/satu tahun sekali, atau bila dianggap perlu.
Berikut ini adalah gambaran pengelolaan PLH. Pengolahan lingkungan sekolah dapat dilakukan melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan siswa dalam pengelolaan air, sampah, energi dan halaman sekolah dan tata ruang kelas.
1. Pengelolaan Air di Sekolah
Kita dapat membayangkan apabila di sekolah kekurangan air bersih! Tentunya sekolah menjadi kotor karena jarang atau tidak pernah dibersihkan, kamar mandi mengeluarkan bau yang tidak sedap, dan merasa tidak nyaman atau kesulitan bila kita hendak ke WC. Akibatnya lingkungan sekolah menjadi tidak sehat sehingga dapat mengganggu kenyamanan belajar.
Ketersediaan air bersih disekolah sangat diperlukan dalam jumlah yang relatif banyak. Hal ini mengingat jumlah warga sekolah yang terdiri dari siswa, guru, dan karyawan dapat mencapai ratusan orang. Sehinga kebutuhan air bersih akan lebih banyak lagi. Jenis kebutuhan air di sekolah adalah untuk minum, membersihkan lantai, membersihkan WC, mencuci peralatan laboratorium dan menyiram tanaman.
Sumber air bersih yang digunakan bagi pemenuhan kebutuhan warga sekolah dapat berasal dari air PDAM, sumur gali, sumur pompa, atau sumber mata air yang dialirkan bagi sekolah-sekolah yang terletak di pegunungan. Untuk mengurangi keterbatasan air bersih disekolah, dapat dilakukan dengan upaya penghematan melalui penentuan prioritas. Misalnya, air bersih hanya digunakan untuk minum dan mengisi bak mandi, sedangkan untuk keperluan lainnya seperti membersihkan WC, membersihkan lantai dan menyiram tanaman gunakanlah air yang berasal dari bak-bak penampungan air hujan.
Karena itu sekolah perlu menyediakan bak-bak penampungan air hujan, baik berupa kolam maupun sumur-sumur resapan. Sumber air yang mengisi kolam maupun sumur resapan sebaiknya berasal dari air hujan yang jatuh dari atap bangunan sekolah atau dari air bekas wudhu dan cuci tangan. Kemudian dialirkan melalui saluran pipa-pipa yang menuju kolam maupun sumur resapan, sehingga airnya masih bersih belum bercampur lumpur.
Sekolah-sekolah yang berada di negara-negara maju umumnya sudah memiliki teknologi pengelolaan air limbah. Sehingga air bersih yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan sekolah tidak berasal dari sumbernya, akan tetapi menggunakan kembali air yang sudah dipakai melalui teknologi air limbah.
Teknologi pengolahan air limbah yang digunakan tentu sangat mahal harganya. Negara kita belum mampu memenuhi hal itu, apalagi diadakan di sekolah-sekolah yang jumlahnya sangat banyak. Ada caranya sebenarnya lebih murah untuk mengatasi keterbatasan air bersih di sekolah yang dapat kalian lakukan. Cara tersebut adalah dengan melakukan penghematan air saat pamakaian dan selalu menutup kran air apabila terlihat terbuka sehingga air tidak terbuang percuma.
2. Pengelolaan Sampah di Sekolah
Agar pengelolaan sampah berlangsung dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan, maka setiap kegiatan pengelolaan sampah harus mengikuti cara-cara yang baik dan benar. Apa pentingnya pengelolaan sampah di sekolah? Pada prinsipnya semakin sedikit dan semakin dekat sampah dikelola dari sumbernya, maka pengelolaannya akan semakin mudah dan baik, serta lingkungan yang terkena dampak juga semakin sedikit.
Tahapan-tahapan pengelolaan sampah di sekolah adalah :
a. Pencegahan dan pengurangan sampah dari sumbernya. Kegiatan ini dimulai dengan kegiatan pemilahan atau pemisahan organik dan anorganik dengan menyediakan tempat sampah organik dan anorganik di setiap kawasan sekolah.
b. Pemanfaatan kembali sampah terdiri atas :
1. Pemanfaatan sampah organik, seperti komposting (pengomposan) sampah yang mudah membusuk dapat diubah manjadi pupuk kompos yang ramah lingkungan untuk melestarikan fungsi kawasan sekolah. Berdasarkan hasil penelitian bahwa dengan melakukan kegiatan composting sampah organik yang komposisinya mencapai 70 % dapat direduksi hingga mencapai 25 %.
2. Pemanfaatan sampah anorganik, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan kembali secara langsung, misalnya pembuatan kerajinan yang berbahan baku dari barang bekas, atau kertas daur ulang. Sedangakan pemanfaatan kembali secara tidak langsung, misalnya menjual barang bekas seperti kertas, plastik, kaleng, koran bekas, botol, gelas dan botol air minum dalam kemasan.
3. Tempat pembuangan sampah akhir. Sisa sampah yang tidak dapat dimanfaatkan secara ekonomis baik dari kegiatan komposting maupun pemanfaatan sampah anorganik, jumlahnya mencapai + 10 % harus dibuang ke tempat pembuangan sampah akhir $28TPA) di sekolah.
Selain itu untuk menciptakan suatu kondisi sekolah yang sehat, sekolah harus memenuhi kriteria, antara lain kebersihan dan ventilasi ruangan, kebersihan kantin, WC, kamar mandi, tempat cuci tangan, melaksanakan pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan, bimbingan konseling dan manajemen peran serta masyarakat.

3. Pengelolaan Energi di Sekolah
Penggunaan energi di sekolah sangat penting agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Penggunaan energi di sekolah biasanya untuk menerangi ruangan-ruangan, menyalakan barang-barang eletronik seperti komputer dan media pembelajaran, mengalirkan pompa air, dll.
Terhadap fasilitas umum seperti sekolah, hendaknya kita bersama-sama bertanggung jawab untuk memelihara dan menghemat pada saat pemakaiannya. Banyak cara yang dapat kalian lakukan dalam rangka pengelolaan energi disekolah, misalnya melalui penggunaan cahaya matahari untuk menerangi ruangan-ruangan belajar di kelas, perpustakaan, laboratorium, dll. Menghemat pemakaian air karena dialirkan menggunakan listrik, mematikan lampu-lampu yang masih menyala saat siang hari. Mematikan alat-alat elektronik seperti komputer dan televisi saat sedang tidak digunakan.

4. Pengelolaan Ruang Kelas
Penyusunan dan pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan anak duduk berkelompok dan memudahkan guru bergerak leluasa untuk membantu siswa dalam belajar. Dalam masalah penataan ruang kelas ini beberapa hal yang perlu mendapatkan pembahasan adalah masalah pengaturan tempat duduk, pengaturan alat-alat pengajaran, penataan keindahan dan kebersihan kelas, dan ventilasi serta cahaya.

5. Pengelolaan Halaman Sekolah
Sekolah sebagai tempat belajar perlu memiliki lingkungan yang bersih dan sehat agar tercipta suasana belajar yang nyaman. Kita bisa membayangkan apabila sekolah kita kotor dan tidak sehat, tentu sangat mengganggu kegiatan belajar mengajar. Pastikan ruangan kelas kalian bersih dari sampah, debu dan bau yang tidak sedap. Bahkan kalian bisa menambahkannya dengan wangi-wangian dan tanaman hidup dalam pot.
Lingkungan sekolah yang bersih dan sehat tidak hanya di dalam kelas tetapi juga diluar kelas, seperti di halaman. Halaman sekolah selain di tata keindahannya, juga perlu memperhatikan persyaratan kesehatan. Halaman sekolah yang tidak sehat dapat menimbulkan berbagai macam penyakit sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman bagi semua warga sekolah.

2.3.2 Manajemen Keamanan Sekolah

Menciptakan sekolah yang aman, nyaman, dan disiplin sangatlah penting agar siswa dapat mencapai prestasi yang terbaik dan guru dapat menampilkan kinerja yang terbaik Untuk mewujudkan sekolah yang aman perlu dilakukan beberapa langkah. Pertama, sekolah harus membentuk komite yang terdiri dari berbagai stakeholders, yaitu masyarakat sekitar sekolah, orang tua, guru, kepala sekolah komite sekolah dan siswa. Dengan melibatkan semua fihak diharapkan komite dapat memperjatam pemahaman dan kesepakatan tentang apa yang perlu dilakukan. Melibatkan keahlian yang terdapat di masyarakat, seperti anggota kepolisian atau ABRI sangatlah penting. Keterlibatan orang tua juga sangat penting agar hal-hal yang menjadi keprihatinan siswa dapat didengar dan diselesaikan. Selain itu stakeholders yang lain perlu dilibatkan agar dapat didengar bagaimana pengalaman mereka sehubungan dengan mewujudkan sekolah yang aman.
Tugas pertama dari komite ini adalah melakukan needs assessment mengenai keadaan sekolah saat ini ditinjau dari segi keamanan. Berdasarkan penilaian awal ini, komite dapat memperoleh pengetahuan mengenai kekuatan dan kelemahan sekolah dalam hal keamanan.
Kedua, untuk meningkatkan keamanan sekolah, upaya harus difokuskan pada bangunan fisik sekolah, tata letak dan kebijakan dan prosedur yang ada untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari dan menyelesaikan masalah yang mungkin timbul. Bangunan sekolah, kelas, ruang lab, kantor, perpustakaan, lapangan olah raga dan halaman sekolah harus direview. Selain itu, berbagai kebijakan dan prosedur juga akses masuk sekolah harus dinilai kembali. Penggunaan teknologi untuk mencegah orang masuk penyusup masuk dari luar seperti alarm, pagar, teralis harus dipertimbangkan. Pencegahan ini harus distandarkan oleh sekolah dan standar-standar lain untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan harus dibuat seperti membawa benda-benda tajam atau benda-benda lain yang berbahaya. Jalur komunikasi dan prosedur yang harus diikuti bila terjadi kejadian pencurian atau pelanggaran lainnya harus dibuat.
Usaha lain adalah adanya penjaga sekolah (satpam), pembentukan Patroli Keamanan Sekolah (PKS), Menwa (Resimen Mahasiswa) di tingkat perguruan tinggi, atau yang sejenisnya.
Hubungan manusiawi yang diwujudkan dalam sikap menghormati, saling membantu, bekerja sama atau saling bersedia melakukan pendekatan adalah sikap yang tidak saja diperlukan bagi kegiatan belajar bersama tetapi juga berguna bagi kehidupan bersama di masyarakat sekarang dan masa yang akan datang.

2.3.3 Ciri-ciri Lingkungan Sekolah yang Kondusif

Adapun ciri-ciri untuk menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif yaitu dengan memperhatikan beberapa aspek berikut :
1. Tata ruang kelas lebih lapang
Dalam artian jumlah siswa dalam kelas yang tidak melebihi kapasitas standar kelas kurang lebih 30 siswa.

2. Kebersihan kelas dan sarana interior kelas yang memadai.
Sarana dalam kegiatan belajar mengajar yang cukup nyaman akan menjadikan para siswa lebih jonsentrasi untuk menerima pelajaran.

3. Cara mengajar guru yang lebih mengacu pada kurikulum.
Maksudnya adalah guru lebih memperhatikan kebiasaan para siswa dan dapat menambah minat belajar siswa. Mungkin dengan siapa memberikan tugas-tugas yang berbeda-beda pada setiap siswa atau memberikan permainan-permainan kecil saat proses pelajaran.

4. Dengan cara pengelolaan sekolah dari kepala sekolah itu sendiri.
Maksudnya apakah kepala sekolah akan mengambil tindakan tegas bagi setiap tindakan di sekolah atau tidak. Maupun dari cara berpikir seorang pemimpin, controlling, monitoring, dan leading sekolah itu dengan baik.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari paparan makalah di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
a. Manajemen merupakan kemampuan dan keterampilan khusus yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu kegiatan baik secara perorangan ataupun bersama orang lain atau melalui orang lain dalam upaya mencapai tujuan organisasi secara produktif.
b. Llingkungan sekolah yang aman, nyaman, dan tentram sangat mempengaruhi belajar peserta didik. Maka untuk mewujudkan tercapainya iklim proses pendidikan yang kondusif harus diciptakan tata lingkungan dan suasana aman yang mendukung.
c. Salah satu usaha untuk mewujudkan hal tersebut adalah menerapkan program pendidikan lingkungan hidup (PLH) di sekolah. Dengan adanya PLH ini diharapkan siswa bisa berpartisipasi dalam mewujudkan lingkungan sekolah khususnya dan lingkungan alam pada umumnya. Agar program PLH ini bisa berjalan maka harus diterapkan dalam kurikulum pelajaran di sekolah.
d. Manajemen PLH di sekolah dapat dilakukan dengan mengacu pada prinsip dan elemen ISO 14.001 yang meliputi Plan, Do, Check, dan Action. Hal ini juga sejalan dengan peningkatan pengelolaan sekolah (School Based Manajemen) dalam meningkatkan mutu pengelolaan sekolah secara mandiri. Sedangkan prinsip dan elemen pelaksanaan pengelolaan PLH di sekolah dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: Kebijakan PLH di sekolah, Pelaksanaan (do), pelaksanaan (do), pemeriksaan dan tindakan perbaikan, dan tinjauan lulang managemen.
e. Usaha lain untuk mewujudkan sekolah yang aman adalah melengkapi sekolah alat-alat keamanan sekolah. Alat-alat pengamanan sekolah bisa berupa individu(penjaga sekolah/satpam), organisasi (PKS, Menwa),alat-alat pengintai(CCTV), maupun tata bangunan yang memenuhi syarat keamanan.


DAFTAR PUSTAKA

Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2009. Manajemen Pendidikan, Bandung : Penerbit Alfabeta.
Marno, dkk. 2008. Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam. Bandung : PT Refika Aditama.
Nawawi, Hadari. 1989. Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas. Jakarta : CV Haji Masagung.
Muhaimin, dkk. 2010. “Manajemen Pendidikan” Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah. Jakarta : Kencana.
Effendi, Moehtar. 1996. Manajemen Suatu pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam. Jakarta : Bhatara.
http://kangchoy87.blogspot.com/2011/06/makalah-administrasi.html
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14916/1/09E01101.pdf

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesantren Educational System and Social Transformation